Thursday, March 4, 2010

How to be Foolish

One way to think about wisdom is to think about what is not. Like Erasmus said, "The wise have more to learn from the fools, than the fools from the wise". Knowledge of what makes us unwell should give us a clearer indication of what will make us better. And why something doesn't work should hint at how it might work.

Bingung? Intinya learn from the opposite.

Jadi melalui note ini saya ingin mengajak kalian untuk belajar menjadi bijaksana, dengan terlebih dahulu belajar bagaimana caranya jadi orang bebal.

Siap untuk belajar??

There are 7 Principles of Foolish Living.

1. Don't Think


The first principle untuk jadi orang bebal gampang banget. Enggak usah mikir. Bukan cuma enggak usah mikir, tapi juga kita harus pintar-pintar memilih hal-hal yang masuk ke dalam pikiran kita, yang mungkin aja bisa memancing kita untuk berpikir.

Pikirin aja hal yang enteng, yang menyenangkan, jangan pikirin hal yang berat.
Enggak usah baca buku yang membangun, nonton film yang ribet, seneng-seneng ajaaa...

Dalam kehidupan kita sebagai manusia akan ada fase-fase, di mana naturally kita ditantang untuk fokus sebentar dan berpikir dalam-dalam. Momen ketika kita harus memikirkan apa rencana kita setelah lulus kuliah. Momen untuk memulai hubungan yang serius yang mengarah ke pernikahan. Momen punya anak, dan belajar soal parenting.

Tapi, sebagai orang bebal, jangan biarkan semua itu mempengaruhi kita. Setiap kali kita dipaksa untuk berpikir, larilah! Ada banyak getaway yang bisa kita pakai untuk bersembunyi, salah satu contohnya, alkohol. Seneng-seneng sama temen juga bisa mencegah kita dari berpikir serius.

Pokoknya, sibukkan diri kalian bagaimana caranya supaya kalian terhindar dari hal-hal yang akan membuat kalian berpikir.


2. Never Be Serious.

No offense to orang bijak, bukan berarti wise people juga enggak bisa enggak serius kadang-kadang. Tapi sebagai orang bebal, kita dituntut untuk selalu santaayyy... Kita harus take everything lightly, enggak usah dipusingin, anggep enteng aja semuanya. Enak kan jadi orang bebal??

Masalahnya, kalo sekali aja kita mikir serius, pasti kita bakal kepancing untuk mikirin hal-hal penting atau berbicara perkataan serius yang membosankan kayak orang bijak. Ini enaknya hidup di dalam dunia orang bebal, kita enggak usah repot-repot ngobrol serius dengan orang-orang di sekeliling kita.


3. Do As You Feel


Ini lebih menyenangkan lagi, "if it feels good do it". Kalau jadi orang bijak kita musti mikir dulu berkali-kali sebelum melakukan sesuatu, tapi kalo jadi orang bebal enggak usah repot. Just do everything based on our emotion at the moment.

Impulse spending, one night stands, quick divorces.

Nikmatnya dari hidup dengan mengikuti emosi adalah kita enggak perlu belajar untuk endure anything. Kita enggak usah mengalami proses belajar soal persistence, commitment and resistance. Dengan mengikuti emosi, we take the easy way to run from our problems.

Sama seperti Pilatus who chose the easy way, giving in to the emotions of the crowd and taking, thus, the path of least resistance by condemning an innocent man to death and setting free a convicted murder.

The path of least resistance is always downhill and it feels good, the wind rushing through your hair as you head for... well, who cares, I don't feel like thinking about that!

Who I am is what I feel. My truth is the truth. My feelings are my guide and my governor. Kalo kita enggak ngikutin perasaan kita, kita enggak akan bisa jadi orang bebal.


4. Make Stupid Friends

Proverbs bilang soal "iron sharpens iron". For the wise people, this is important in term of companionship. We become like those around us and synergy is a powerful force towards growth. The wise people together are invariably wiser, two funny people funnier.

Therefore, two silly people are sillier.

Nah, yang enaknya dalam prinsip pertemanan orang bebal, kita enggak usah takut kehilangan atau kehabisan teman. Karena stok orang bebal tuh banyak banget di luar sana. Enggak kayak orang bijak yang musti selektif pilih teman. The list of the foolish is endless as their population increasing. Constant supply seems guaranteed, quantity is not a problem and quality doesn't matter.


5. Stick to Your Guns


Istilahnya, kita harus jadi orang yang kepala batu. It's a must. Enggak perduli how crazy the path, kita enggak boleh ke-distract untuk jadi bijaksana. Makanya kita harus kepala batu, supaya tetap bebal.

Barbara Tuchman defines stubborness in this way: It consists in assessing a situation in terms of preconceived fixed notions while ignoring or rejecting any contrary signs. It is action according to wish, while not allowing oneself to be deflected by the facts.

Intinya, enggak usah liat fakta yang ada di depan mata. Jangan dengarkan nasihat teman-teman. Jangan perdulikan konfirmasi yang Tuhan kirimkan melalui orang-orang terdekat kita. Isn't it marvellous??

Kuncinya supaya tetap kepala batu gimana? Kita harus belagu. Only the arrogant will survive this, so put your chin up and walk tall. Refuse to allow the idea that maybe you could be wrong.


6. Developed A Biased Memory

Orang bijak selalu menjadikan masa lalu sebagai pelajaran supaya enggak mengulang kesalahan di masa depan. Orang bebal kalau perlu enggak usah ingat apa-apa, supaya enggak ada yang dipelajari. We have to keep a short memory. Lets live in delusions.

This might be hard, karena otak kita dirancang untuk mengingat. Learning nothing from experience takes a special skill, so don't give up trying. Intinya, only the moment is important. The future and the past are vanishing mist.

You have to protect your stupidity.


7. Criticise Continuously

Finally, the last principle, supaya kita tetap menjadi orang bebal adalah kita harus belajar mengkritik apa pun. Ignorance kita pun harus diolah supaya bertumbuh.

Find things that you don't understand, then criticise it. Look at people who do things that you don't even understand, and criticise them.

----------

Gimana pelajarannya menarik, kan??

Saya yakin kalian waras. Silahkan dipilih mau jadi orang bebal atau yang bijaksana?
Jadi orang bebal gampaaaaang enggak perlu belajar.

It's your choice.


From the book "A Wise Heart The Forgotten Factor" by Philip Baker.